Wednesday, September 16, 2009

Being Left Behind, Surprised in The End! (IPK Indonesia anjlok ????)

yBeberapa hari ini, aku memang ga beli koran atau nonton berita di TV. Ga tahu kenapa? yang pasti bukan karena sibuk oleh rutinitas Ramadlan (baca: emg aku orangnya males, hehe). Memang, akhir-akhir ini, aku sempat merasa muak mengikuti perkembangan di negeri ini, terutama ketika aku mendapat kabar para "binatang" yang akan berpestapora dengan anggaran uang kita sebesar Rp78,61 miliar. Alhasil, aku ketinggalan berita deh!
Hari ini,  16 September 2009, ya ± 10 menit sebelum aku mulai menulis ini, aku mengunjungi blog pribadiku, aku melirik feed dari detik.com. Eh, ternyata banyak sekali berita tentang penetapan dua pimpinan KPK, Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Riyanto, sebagai tersangka. Terkejut donk saya (duwaarrr...!), ada apa gerangan. Aku baca deh tuh detik.com. Ya ga tahu sih?! (namanya juga ketinggalan berita) berdasarkan berita yang aku baca, aku menyimpulkan bahwa penetapan dua pimpinan KPK tersebut dikarenakan mereka mencekal Anggoro Widjojo dan Joko Tjandra--dua koruptor--ke luar negeri.  Hah?!!!! Kok bisa begini ya, koq bisa jadi tersangka (ga tahu juga tersangka apa, emg dasarnya ketinggalan berita). Konon, Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Riyanto ditetapkan sebagai tersangka karena penyalahgunaan wewenang dalam mencekal dan mencabut pencekalan (sudah habis terkejutnya, aku anggap biasa saja deh, memang dari dulu juga yang ginian mah sudah biasa).  Pandangan pribadi saya ni ya, seharusnya tindakan pencekalan itu adalah tindakan yang benar, lho wonk Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Riyanto mau mengamankan koruptor supaya tidak kabur ke luar negeri. Tapi malah Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Riyanto jadi tersangka. "INSANE!" begitulah yang dikatakan Najwa Shihab melalui twitter.
Hmmm, aku ga bisa berkomentar apa-apa. Jadi mendingan aku mengutip komentar-komentar tokoh dan ahli hukum terkait penetapan tersangka dua pimpinan KPK oleh Polri yang dilansir detik.com. Dan berikut komentar mereka:
  • "Penetapan tersangka miskin bukti. Ada banyak hal yang bisa ditolak oleh pengadilan. Keterangan yang bersifat survei seperti testimoni Antasari, bukti awalnya nggak ada, Polri mempertaruhkan dirinya sendiri," kata kriminolog dari UI, Prof Dr Adrianus Meliala.
  • "Penetapan tersangka diduga adanya konflik kepentingan dari Kabareskrim Komjen Pol Susno Duadji, karena dia pernah disadap dalam kasus suap Bank Century. "Ya (copot Kabareskrim). Dia punya konflik kepentingan. Karena ponselnya disadap itu, seakan-akan dia balas dendam," ujar Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman.
  • "Polri sebenarnya tidak punya kewenangan untuk mempersoalkan kewenangan KPK. Apa urusannya polisi urusi kewenangan KPK?" kata anggota Komisi III DPR Nursyahbani Katjasungkana. Menurut dia, kewenangan KPK dalam pencekalan bisa dipermasalahkan lewat proses praperadilan atau dibawa ke PTUN. "Pihak yang dirugikan bisa mempraparadilankan kewenangan KPK dalam pencekalan atau SK pencekalan dibawa ke PTUN. Kalau KPK tersangkut masalah penyuapan dan buktinya cukup, baru tidak apa-apa kalau diperiksa," kata Nursyahbani.
  • "Seharusnya polisi melakukan studi pustaka terlebih dulu sebelum menjerat dua pimpinan KPK dalam kasus penyalahgunaan wewenang. Kenapa pilihan polisi langsung membawa ke pengadilan? Dari segi kepatutan, kepantasan dan keperluan saya kira tidak ada itu," kata kata krimonolog Adrianus Meliala. Menurut dia,kalau masalahnya hanya soal kewenangan, seharusnya polisi bisa saja melakukan studi pustaka terlebih dulu. "Apakah KPK menyalahgunakan kewenangan, akan terbukti di studi tersebut. Dalam konteks KPK mencekal atau tidak mencekal, apakah KPK menggunakan hukumnya atau tidak, orangnya berwenang atau tidak, akan terbukti di situ," kata Adrianus.
  • "Penetapan tersangka terhadap dua pimpinan KPK terlalu terburu-buru. Penetapan tersangka terhadap pimpinan KPK terlalu prematur. Mengherankan bahwa karena pencekalan kedua orang itu (Anggoro Widjojo dan Joko Tjandra) kemudian pimpinan KPK dijadikan tersangka penyalahgunaan wewenang," kata ahli hukum dari UI Mas Ahmad Santosa. Menurut Santosa, masyarakat melihat Anggoro dan Joko adalah 2 koruptor yang merugikan negara. "Seharusnya pencekalan kedua orang itu adalah tindakan yang benar. Kok justru kemudian mereka (KPK) dikatakan menyalahgunakan wewenang. Masyarakat kan jadi bingung," kata Santosa.
  • "Pasal yang dituduhkan kepada dua pimpinan KPK terlalu sepele. Kalau saya melihat pasal yang dikenakan terlalu sepele. Itu kan bisa kesalahan profesi. Ada etika di dalamnya. Nggak sampai gitu kalau dipidanakan," kata pengamat polisi, Bambang Widodo Umar.
  • "Pasal yang dituduhkan kepada dua pimpinan KPK tidak logis. Pasal tidak logis. Ini jelas kriminalisasi terhadap kewenangan KPK," kata Wakil Koordinator ICW, Emerson Yuntho.
  • "Sangat aneh Polri mengusut kasus kewenangan KPK. Menurut saya menyedihkan, karena ini kan dalam pelaksanaan kewenangan. Saya bisa terima kalau masih ada suap, korupsi, atau membunuh. Tapi kalau tiba-tiba menjalankan kewenangan terus dijadikan tersangka, sadis sekali," ujar Direktur Pukat UGM Zainal Arifin Muchtar.
Hmm, bagaimana sikap presiden kita--yang saat berkampanye pada Pilpres 2009 mendasarkan janji pemberantasan korupsinya pada kinerja KPK-- Susilo Bambang Yudhoyono? Katanya beliau masih diam. Ga mau "ngupat" di bulan puasa mungkin ya?! Takut pahala puasanya amblas. Hehe, dari dulu juga memang begitu beliau mah!
Walaupun, penetapan tersangka dua pimpinan KPK tersebut diprediksi membuat Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia anjlok, kita mah tidak bisa apa-apa, nonton sajalah!

No comments:

Post a Comment