Kalau rokok dapat menimbulkan berbagai macam penyakit seperti pada posting saya sebelumnnya, itu sih semua orang juga tahu. Tapi, tahukah kamu? Jumlah penduduk Indonesia yang merokok itu mencapai 70%. Sebagian dari mereka meninggal gara-gara rokok. Menurut Fahmi Idris, ketua IDI, dibutuhkan setidaknya Rp11 Triliyun untuk menangani penyakit yang disebabkan rokok setiap tahunnya. Mahal banget ya rokok! Mahal belinya, mahal juga akibatnya. Ironisnya, pemerintah hanya menganggarkan Rp10 Triliyun/tahun untuk semua penyakit. Kalau udah begini gimana donk?! Perlukah penanganan serious terhadap masalah rokok? Jawabannya tentu saja YA!
Tapi seperti yang dipaparkan oleh Cawapres Prabowo Soebianto, ada banyak hal yang harus dipertimbangkan dalam menangani masalah ini. Kita juga harus mempertimbangkan nasib petani tembakau yang jumlahnya jutaan, bukan industrinya yang hanya menyerap 1% saja tenga kerja Indonesia. Sungguh perbandingan yang tidak seimbang dengan angka 70% perokok yang jiwanya terancam. Ditambah lagi, industri rokok nasional kita dikuasai oleh asing. Kejam banget ya pengusaha-pengusaha asing itu, meraup keuntungan dengan cara merusak generasi bangsa ini.
Tentunya, ini masalah yang sangat dilematis. Di satu sisi, kita perlu mengurangi jumlah konsumsi tembakau nasional, tapi on the other hand, kita juga perlu memikirkan nasib petani tembakau. Kalau memang harus ada subtitusi bagi para petani tembakau, subtitusi dengan apa? Kontur tanah yang biasa ditanami tembakau memang berbeda, keras. Sehingga kita perlu memikirkan matang-matang subtitusi seperti apa nantinya.
Saya menambahkan sedikit lagi analisa. Selain Junk food, rokok adalah penguasa sponsorship terbesar di dunia, begitu pun di Indonesia. Sebagai contoh kompetisi tertinggi sepak bola di negeri kita disposnsori oleh perusahaan rokok. Tentunya ada banyak orang yang nempel hidup di kompetisi ini. Mulai dari pemain, pelatih, dan seluruh jajaran manajemen team, pihak media, baik cetak maupun elekronik termasuk para komentatornya, sampai ke para pedagang asongan di sekitar stasdion-stadion tempat dilangsungkannya pertandingan. Tentunya kita tidak ingin dong lahan kehidupan mereka terganggu karena kompetisi yang berhenti gara-gara pelarangan sponsorship oleh rokok sebagaimana yang banyak diwacanakan orang banyak dewasa ini.
Hmmm, ini tugas kita semua!
Tapi seperti yang dipaparkan oleh Cawapres Prabowo Soebianto, ada banyak hal yang harus dipertimbangkan dalam menangani masalah ini. Kita juga harus mempertimbangkan nasib petani tembakau yang jumlahnya jutaan, bukan industrinya yang hanya menyerap 1% saja tenga kerja Indonesia. Sungguh perbandingan yang tidak seimbang dengan angka 70% perokok yang jiwanya terancam. Ditambah lagi, industri rokok nasional kita dikuasai oleh asing. Kejam banget ya pengusaha-pengusaha asing itu, meraup keuntungan dengan cara merusak generasi bangsa ini.
Tentunya, ini masalah yang sangat dilematis. Di satu sisi, kita perlu mengurangi jumlah konsumsi tembakau nasional, tapi on the other hand, kita juga perlu memikirkan nasib petani tembakau. Kalau memang harus ada subtitusi bagi para petani tembakau, subtitusi dengan apa? Kontur tanah yang biasa ditanami tembakau memang berbeda, keras. Sehingga kita perlu memikirkan matang-matang subtitusi seperti apa nantinya.
Saya menambahkan sedikit lagi analisa. Selain Junk food, rokok adalah penguasa sponsorship terbesar di dunia, begitu pun di Indonesia. Sebagai contoh kompetisi tertinggi sepak bola di negeri kita disposnsori oleh perusahaan rokok. Tentunya ada banyak orang yang nempel hidup di kompetisi ini. Mulai dari pemain, pelatih, dan seluruh jajaran manajemen team, pihak media, baik cetak maupun elekronik termasuk para komentatornya, sampai ke para pedagang asongan di sekitar stasdion-stadion tempat dilangsungkannya pertandingan. Tentunya kita tidak ingin dong lahan kehidupan mereka terganggu karena kompetisi yang berhenti gara-gara pelarangan sponsorship oleh rokok sebagaimana yang banyak diwacanakan orang banyak dewasa ini.
Hmmm, ini tugas kita semua!
No comments:
Post a Comment