Sunday, July 26, 2009

Solitudinarian

diatas kasur lamunan,
di dalam kamar kosong,
dia bisikan cerita
pada tembok yang kian lembab,
pada cermin tua yang retak
tentang pergantian musim,
tentang pergantian matahari dan bulan,
tentang detik jarum jam
yang menghitung mundur ajalnya

hanya cicak yang menyapa,
hanya laba-laba yang menjaring tawa,
hanya nyanyian cengkerik yang menghapus tangis
sementara roqib dan ‘atid
tak pernah tertidur untuk mencatat semua ceritanya

Kasur Lamunan 260709

Saturday, July 18, 2009

Am I madly obsessed wid the anchors on Metro TV and TV One?

This is just the matter of the way I am. I never realized when it started to be this way. Anyway, I never mind to be who I used to be, am, and will be though.

I spend my time watching Metro TV and TV One. I switch those two channels alternately every several minutes. You may say people watch TV to get entertained, and consider them boring as they provide news all the time. Well, in some way I could agree; however, I enjoy watching them. Yes, I really do. It's the anchors. The anchors make me stand watching them. Somehow, they look and sound cool to me. I can't figure out what makes them so. All I know, like a lovey-dovey person, whatsoever they say and seem to be is such a pleasure. Some friends of mine said I was just obsessed with them. Maybe!!! BTW, what's a deal if I am? anything wrong with that?!

p.s. I'm starting to collect

Monday, July 13, 2009

Kapan Mentari Terbit

pincang kakinya terjerembat diatas kubangan lumpur di pasar siang itu. sambil bersanad
pada sebuah jongko reyot, bapak tersenyum pada bayangannya
sesekali ia menggaruk lengan kurusnya yang terbungkus kulit bertato—seperti batik
nampak sibuk ia mengusir lalat dengan lembaran rupiah hasil butiran leksotan yang baru saja
habis terjual. retak sudah keresahannya hari itu

di tepian nasib bapak berdiri. menyongsong risiko jeratan jeruji
atau bahkan sebutir timah panas
mengayuh jentera kehidupan yang semakin tersendat
menyebrangi jembatan di atas tebing

di rumah, ibu menanti dengan sebuah panci kosong. dalam segumpal harapan, merajut cemas
pada angkasa mendung. matanya jemu, menunggu bimbang di depan pintu
bertanya kapan mentari itu terbit

Saturday, July 4, 2009

Iklan satu putaran sangat tidak mendidik

Berbagai cara dilakukan oleh para Capres-Cawapres di Pilpres 2009 untuk meraup suara rakyat. Semua itu sah-sah saja asalkan tidak melanggar etika. Saya ingin mengomentari salah satu iklan kampanye yang mendengungkan "Pemilu Satu Putaran" untuk mendukung salah satu pasangan Capres-Cawapres tertentu.

Saya sangat setuju kalau Pilpres dilakukan dalam satu putaran saja dalam rangka penghematan. Tetapi, substansi sebuah demokrasi itu tidak bisa dibandingkan dengannilai rupiah. Saya khawatir, rakyat akan memilih pasangan Capres-Cawapres bukan karena visi dan misinya, melainkan karena ingin penghematan biaya. Inilah yang saya maksud dengan "Iklan satu putaran sangat tidak mendidik".

Para kandidat boleh saja beriklan, tetapi tentunya jangan MEMBODOHI RAKYAT hanya untuk KEKUASAAN semata. Dan kita, sebagai rakyat, jangan pernah mau DIBODOHI!

Wednesday, July 1, 2009

Raja dan Pelayan

kau bilang dany sempurna
dia tegas
kau ingin dia menjadi rajamu
kau bilang irfan sempurna
dia pintar
kau ingin dia menjadi rajamu
kau bilang gani sempurna
dia rupawan
kau ingin dia menjadi rajamu
kau bilang amin sempurna
dia saleh
kau ingin dia menjadi rajamu
 tapi, sadarkah kau?
aku adalah pelayan setiamu

Kasur lamunan,

Maret, 2009

Dendang Asa

di tanah kerontang, aku berlayar. berpeluh derita, berdayung luka
mencintaimu adalah kesalahanku yang terindah. berjuta asa menjelma teman
akrab. yang selalu sabar. mendengarkan segala keluh. dari penjara batin
aku mendengar asa-asa itu berdendang,“berbahagialah! 
karena esok dia akan datang dan membuka lebar-lebar tangannya
untukmu, jika esok dia tidak datang, maka tunggulah
sampai lusa, dan jika lusa dia belum juga datang, tunggulah
sampai hari berikutnya, dan seterusnya…”

hanya layla yang bisa mendengar rintihan
majnun. aku memang telah menjadi majnun
sayang, kau belum juga menjadi layla


Kasur lamunan,
Maret 09

Lagi-lagi masalah rokok

Kalau rokok dapat menimbulkan berbagai macam penyakit seperti pada posting saya sebelumnnya, itu sih semua orang juga tahu. Tapi, tahukah kamu? Jumlah penduduk Indonesia yang merokok itu mencapai 70%. Sebagian dari mereka meninggal gara-gara rokok. Menurut Fahmi Idris, ketua IDI, dibutuhkan setidaknya Rp11 Triliyun untuk menangani penyakit yang disebabkan rokok setiap tahunnya. Mahal banget ya rokok! Mahal belinya, mahal juga akibatnya. Ironisnya, pemerintah hanya menganggarkan Rp10 Triliyun/tahun untuk semua penyakit. Kalau udah begini gimana donk?! Perlukah penanganan serious terhadap masalah rokok? Jawabannya tentu saja YA!

Tapi seperti yang dipaparkan oleh Cawapres Prabowo Soebianto, ada banyak hal yang harus dipertimbangkan dalam menangani masalah ini. Kita juga harus mempertimbangkan nasib petani tembakau yang jumlahnya jutaan, bukan industrinya yang hanya menyerap 1% saja tenga kerja Indonesia. Sungguh perbandingan yang tidak seimbang dengan angka 70% perokok yang jiwanya terancam. Ditambah lagi, industri rokok nasional kita dikuasai oleh asing. Kejam banget ya pengusaha-pengusaha asing itu, meraup keuntungan dengan cara merusak generasi bangsa ini.

Tentunya, ini masalah yang sangat dilematis. Di satu sisi, kita perlu mengurangi jumlah konsumsi tembakau nasional, tapi on the other hand, kita juga perlu memikirkan nasib petani tembakau. Kalau memang harus ada subtitusi bagi para petani tembakau, subtitusi dengan apa? Kontur tanah yang biasa ditanami tembakau memang berbeda, keras. Sehingga kita perlu memikirkan matang-matang subtitusi seperti apa nantinya.

Saya menambahkan sedikit lagi analisa. Selain Junk food, rokok adalah penguasa sponsorship terbesar di dunia, begitu pun di Indonesia. Sebagai contoh kompetisi tertinggi sepak bola di negeri kita disposnsori oleh perusahaan rokok. Tentunya ada banyak orang yang nempel hidup di kompetisi ini. Mulai dari pemain, pelatih, dan seluruh jajaran manajemen team, pihak media, baik cetak maupun elekronik termasuk para komentatornya, sampai ke para pedagang asongan di sekitar stasdion-stadion tempat dilangsungkannya pertandingan. Tentunya kita tidak ingin dong lahan kehidupan mereka terganggu karena kompetisi yang berhenti gara-gara pelarangan sponsorship oleh rokok sebagaimana yang banyak diwacanakan orang banyak dewasa ini.

Hmmm, ini tugas kita semua!